A. Perencanaan, Manajemen, dan Administrasi
Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, subtitusi, kreasi, dan sebagainya). Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi kenyataan di masa yang akan datang, yaitu dalam jangka waktu tertentu (1, 3, 5, 10, 15, 25, 40, atau 50 tahun) yang akan datang.
Kajian tentang perencanaan pada dasarnya selalu terkait dengan konsep manajemen dan administrasi. Hal itu dapat dimaklumi karena baik dalam konsep manajemen maupun administrasi, perencanaan merupakan unsur dan fungsinya yang pertama dan utama.
Sebagai salah satu fungsi manajemen, perencanaan menempati fungsi pertama dan utama di antara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Misalnya : POAC, POSDCORB, PDCA dan PPP menempatkan perencanaan dalam fungsi pertama. Para pakar manajemen menyatakan bahwa apabila perencanaan telah selesai dan dilakukan dengan benar, sebagian pekerjaan besar telah selesai dilaksanakan.
Perencanaan bermakna sangat kompleks. Perencanaan didefinisikan dalam berbagai macam ragam tergantung dari sudut pandang mana melihat, serta latar belakang apa yang mempengaruhi orang tersebut dalam merumuskan definisi. Di antara beberapa definisi tersebut dirumuskan sebagai berikut.
1. Menurut Prajudi Atmusudirdjo perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana (Abin, 2000).
2. perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu (Bintoro Tjokroamidjojo, 1977)
3. Perencanaan dapat diartikan dalam proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan itu dapat pula diberi arti sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memadukan antara cita-cita nasional dan resources yang tersedia yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita tersebut (M. Fakry, 1987)
Dari berbagai definisi di atas, dapat kita analisis dan tarik beberapa butir penting yang perlu dijadikan pegangan dalam menyusun suatu rencana. Butir-butir tersebut, yaitu:
a) Berhubungan dengan masa depan,
b) Seperangkat kegiatan,
c) Proses yang sistematis, dan
d) Hasil serta tujuan tertentu.
B. Konsep Dasar Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan mendidik. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan dan ketakwaan manusia.
Dalam Dictionary of Education, pendidikan merupakan :
a) Proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup,
b) Proses sosial dimana orang diharapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimum.
Dengan demikian, pendidikan dapat dinyatakan sebagai suatu sistem dengan komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi minimal sebagai berikut:
1) Individu peserta didik yang memiliki potensi dan kemauan untuk berkembang dan dikembangkan semaksimal mungkin.
2) Individu peserta didik yang mewakili unsur upaya sengaja, terencana, efektif, efisien, produktif, dan kreatif.
3) Hubungan antara pendidik dan peserta didik yang dapat dinyatakan sebagai situasi pendidikan yang menjadi landasan tempat berpijak, tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan pendidikan.
4) Struktur sosiokultural yang mewakili lingkungan (environment) di antara kenyataannya berupa norma yang bersumber dari alam, budaya atau religi.
5) Tujuan yang disepakati bersama yang mengejawantah karena hubungan antara pendidik dan peserta didik dan tidak bertentangan dengan tuntunan normatif sosiokultural dimana pendidikan tersebut tumbuh dan berkembang.
C. Konsep Dasar Perencanaan Pendidikan
Secara konsepsional bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam hal initerdapat banyak komponen yang ikut berproses di dalamnya. Adapun komponen-komponen yang ikut serta dalam proses pengambilan keputusan ini, antara lain:
1. Tujuan pembangunan bangsa yang akan mengambil keputusan dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam bidang pendidikan. Target yang hendak dicapai dengan meletakkan tujuan pendidikan nasional yang akan berarti cara menyampaikannnya pun akan juga mempengaruhi di dalamnya. Misalnya, waktu pelaksanaan, pertahapan, taktis, dan strategi dalam meletakkan jalur kebijakan ke mana akan dibawa pendidikan itu.
2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan policy (kebijakan) secara operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan dari perencanaan pendidikan. Maka ketepatan peletakan strategi ini adalah sangat penting adanya. Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam penganan policy (kebijakan) ini adalah berkenaan dengan:
a. Sifat dan kebijakan nasional pendidikan
b. Proses sosial yang dalam tingkat sedang berkembang
c. Cara pendekatan yang dipergunakan sebagai watak sistem perencanaannya
Jadi, dalam penentuan kebijakan sampai kepada pelaksanaan perencanaan pendidikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti: siapa yang memegang kekuasaan (penguasa), siapa yang menentukan keputusan, dan faktor-faktor apa saja ytang perlu diperhatikan dalam penmgambilan keputusan. Terutama dalam hal pemegang kekuasaan sebagai sumber lahirnya keputusan, perlu memperoleh perhatian, misalnya mengenai sistem kenegaraan yang merupakan bentuk dan sistem manajemennya, bagaimana dan siapa atau kepada siapa dibebankan tugas-tugas yang terkandung dalam kebijakan itu. Juga masalah bobot untuk jaminan dapat terlaksananya perencanaan pendidikan. Hal-hal tadi dapat diketahui melalui output atau hasil sistem dari pelaksanaan perencanaan pendidikan itu sendiri, ialah dokumen rencana pendidikan.
3. Jenis dan tingkat kemajuan negara apakah negara berkembang atau negara terbelakang atau negara industri maju. Karena dari beberapa sifat negara tersebut, terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan.
D. Analisis Posisi Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan pada dasarnya berpusat pada tiga komponen utama, yaitu:
1. Dengan perencanaan itu ditunjukkan tujuan (visi, misi, dan sasaran) apakah yang harus dicapai?
2. Bagaimana perencanaan itu dimulai?
3. Bagaimanakah cara mencapai tujuan (visi, misi, dan sasaran) yang harus dicapai itu?
Pertanyaan pertama, mempersoalkan tujuan yang merupakan titik usaha yang harus dicapai. Tujuan adalah arah yang mempersatukan kegiatan pembangunan, tanpa tujuan kegiatan pembangunan pendidikan akan tidak terarah dan tidak terkendalikan. Tujuan merupakan cita-cita (harapan) atau visi atau misi atau sasaran dan merupakan hal yang absolut dan tidak dapat ditawar.
Pertanyaan kedua, mempersoalkan titik berangkat pembangunan sebab pembangunan harus dimulai dari titik berangkat yang pasti dalam arti tidak dimulai dari nol sama sekali tapi dimulai dari tingkat yang telah dicapai selama ini. Titik berangkat haruslah ditentukan berdasarkan evaluasi atau kajian terhadap apa yang telah diperbuat bukan apa yang harus diperbuat.
Pertanyaan ketiga, merupakan alternatif cara atu upaya untuk mencapai tujuan dari titik berangkat yang telah ditentukan itu. Upaya ini dapat saja berbentuk pendekatan, kebijakan atau bahkan strategi yang kemungkinannya amat banyak tergantung kepada kemampuan untuk memilih mana yang paling tepat dan efetif untuk mencapai tujuan tersebut.
Pola dasar di atas pada kenyataannya tidak sederhana karena pendidikan itu sendiri amatlah kompleks. Pengembangan pola dasar ini hanyalah merupakan modal yang dapat dipergunakan oleh planners sebagai salah satu pola pikir yang meletakkan perencanaan secara tepat pada posisi dan fungsi yang diinginkan.
E. Mekanisme Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan terdiri atas beberapa jenis, tergantung dari sisi mana dilihatnya. Dari tinjauan tataran dan cakupannya, perencanaan ada yang bersifat nasional atau makro, ada pula yang bersifat lokal dan ada pula yang bersifat kelembagaan atau institusional bahkan operasional.
Perencanaan pendidikan pada tingkat nasional mencakup seluruh usaha pendidikan untuk mencerdaskan atau membangun bangsa termasuk seluruh jenjang, jenis, dan isinya. Pembangunan sektor pendidikan di Indonesia diatur dalam perencanaan pendidikan yang bersifat nasional ini.
Perencanaan pendidikan regional adlah perencanaan pada tingkat daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota yang mencakup seluruh jenis dan jenjang untuk daerah atau provinsi itu. Pada sistem penyelenggaraan pendidikan di Indonesia mungkin ini dikenal dengan sistem wilayah, bilamana wilayah itu secara operasional mencakup suatu daerah atau provinsi tertentu. Perencanan pendidikan lokal adalah perencanaan pendidikan yang mencakup berbagai kegiatan untuk kota atau kabupaten atau satuan wilayah yang lebih terbatas dan tertentu saja.
Perencanaan pendidikan kelembagaan adalah perncanaan pendidikan yang mencakup satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu saja, seperti: perencanaan sekolah, atau perencanaan universitas, pusdiklat, dan sebagainya.
Ditinjau dari posisi dan sifat serta karakteristik model perencanaan, perencanaan pendidikan itu ada yang bersifat terpadu, dan ada yang bersifat komperhensif, ada yang bersifat transaksional dan ada pula yang bersifat strategik.
Ditinjau dari sisi metodologi, perencanaan pendidikan itu dapat disebut Rational atau Systematic Planning, karena perencanaan ini menggunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik berpikir sistematis dan rasional ilmiah.
Pada kenyataannya saat ini, kebanyakan negara berkembang saat ini terdapat kesenjangan antara The Myth Planning dan The Reality of The Plan. Kesenjangan ini disebabkan terutama oleh keengganan administator dan politisi untuk terlalu terkait kepada planning yang sudah ada, karena Rational Planning ternyata terlalu ketat hingga planning kehilangan kemampuannya untuk merespon terhadap berbagi tantangan yang muncul. Transactional Planning mencoba menampung aspirasi administator dan politisi untuk mencoba menciptakan hubungan yang nyata antara Planning Theory dan Planning Practice.
Secara konseptual Transactional Planning terdiri dari empat bagian, yaitu: Pertama, komponen environment yang juga terdiri dari remote environment, proximate environment, operating environment. Kedua, plan formulation yang mencakup process dan contents. Dan Ketiga, plan implementation yang mencakup facilitating conditions dan impeding conditions. Kemudian, Keempat, Plan Evaluation, yang mencakup monitoring, reporting, dan evaluating. Keterkaitan antara keempat komponen atau bagian ini disajikan dalam gambar seperti berikut ini.
GAMBAR 1.1 (Transactional Planning)
Data dasar atau base line data untuk perencanaan pendidikan mempunyai fungsi yang amat penting, sebab tanpa data perencanaan atau planners tidak mungki dapat mengembangkan perencanaan pendidikan yang diperlukan. Data dasar ini mencakup berbagai aspek bukan saja tentang pendidikan tetapi juga data di luar pendidikan yang mempunyai keterkaitan erat dengan pendidikan.
PENTINGNYA PERENCANAAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
A. Sejarah Perencanaan
Sejak zaman kuno para ahli filsafat dan pendidikan sudah memiliki gagasan perencanaan pendidikan yang bersifat murni spekulatif. Xenephon pernah mengemukakan dalam konstitusi Lacerdaemonian-nya yang menunjukan kepada orang-orang Athena, bagaimana orang-orang Sparta pada 2500 tahun yang lalu merencanakan pendidikannya yang disesuaikan dengan tujuan militer, sosial, dan ekonomi mereka. Tujuan pendidikan menurut plato adalah untuk kebahagiaan individu dan kesejahteraan negara, sedangkan tugas pendidikan adalah untuk mencapai tujuan itu melalui lembaga-lembaga sosial dimana masing-masing individu harus menyesuaikan dengan tujuan itu melalui proses seleksi.
Juga di Cina, pada masa Dinasti Han dan di Peru pada masa Inca perencanaannya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada waktu itu. Pada zaman ini membuktikan betapa pentingnya fungsi peranan pendidikan dalam kaitannya dengan sistem pendidikan dan tujuan masyarakat, sehingga dapat dilihat bahwa pendidikan adalah suatu alat untuk mencapai perubahan dan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Usaha modern dalam perencanaan pendidikan dalam rangka membantu merealisasikan masyarakat baru adalah: ”The First Five Year for The Young Soviet Union” pada tahun 1923. Walaupun metodologinya dianggap kuno jika dilihat pada masa sekarang, tetapi rencana tersebut merupakan permulaan dari proses perencanaan yang komperhensif dan berkesinambungan yang dapat membantu merubah suatu bangsa dengan2/3 dari bangsanya yang buta huruf menjadi suatu bangsa yang sangat maju pendidikannya dalam jangka waktu kurang dari 50 tahun. Terlepas dari masalah ideologi, maka pengalaman yang pernah dilakukan bangsa Soviet ini menjadi pengalaman yang baik bagi negara-negara lain.
Beberapa contoh perencanaan pendidikan yang telah disebutkan di atas dalam perjalanan sejarah mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang berbeda. Ada yang lebih efektif dari yang lain, ada yang bersifat musiman dan ada yang dalam susunan yang sangat otoriter serta yang lain lebih demokratis dan pluralistis. Semua sudah diajarkan, namun tidak satupun yang memiliki ciri yang diperlukan untuk perencanaan pendidikan modern.
B. Karakteristik Perencanaan
Perencanan pendidikan sebelum Perang Dunia II di beberapa tempat memiliki ciri khas. Umumnya belum kompleks dan belum melibatkan keseluruhan hidup suatu bangsa, yang ditandai dengan ciri-ciri:
1. Mempunyai pandangan jangka pendek yang berlaku hanya sampai pada anggaran berikutnya (menggunakan sistem perncanaan tahunan).
2. Fragmentasi, yakni bagian-bagian direncanakan sendiri-sendiri atau terpisah-pisah.
3. Tidak terintegrasi dalam arti bahwa lembaga pendidikan itu direncanakan tanpa memperlihatkan kebutuhan dan keinginan masyarakat serta ekonomi pada umumnya.
4. Tidak dinamis, model pendidikan yang statis, ciri-cirinya tidak berubah dari tahun ke tahun.
Lebih kurang selama 25 tahun (1945-1970) sistem pendidikan di seluruh dunia sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan dalam ilmu pengetahuan, tekhnologi, sosial, ekonomi, dan politik. Perkembangan itu memberikan tekanan dalam masalah pendidikan yang jauh lebih berat dan semuanya itu harus dihadapi. Mereka telah berhasil mengatasi masalah-masalah tersebut, tetapi manajemen dan perencanaan sebagai alatnya telah terbukti sangat kurang tepat untuk situasi baru ini. Secara jujur pula harus mengagumi bahwa mereka telah berhasil menghadapi ketegangan-ketegangan dan kegagalan, serta lebih dapat dimengerti bahwa dengan ujian pengalaman yang seberat itu suatu bentuk perencanaan yang baru akan menjadi sangat penting, sebagai ciri utama yang harus dimilikinya.
C. Pentingnya Perencanaan
Perencanaan dianggap penting dan diperlakukan bagi suatu organisasi antara lain dikarenakan:
1. Dengan adanya perencanan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
2. Dengan perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko-resiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedini mungkin.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik (the best alternative) atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik (the best combination).
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran, maupun, kegiatan usahanya.
5. Dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi kinerja usaha atau organisasi, termasuk pendidikan.
KONDISI AKTUAL DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A. Peraturan dan Kebijakan dalam Perencanaan
Perencanaan pendiidkan merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang terindependensi dengan kebijakan-kebijakan publik lainnya. Fungsi dari setiap keputusan publik juga diintegrasikan dengan keputusan lainnya yang sudah berlangsung sejak indonesia merdeka. Secara politik, setiap keputusan pada tingkat tertentu akan melewati mekanisme konstitusi. Dalam hal ini fungsi legislatif DPR/MPR sangat menentukan terhadap keputusan mengenai pendidikan secara keseluruhan baik pada tingkat makro maupun mikro, karena pada tingkat yang lebih rendah harus berdasarkan kebijakan di tingkat yang lebih atas.
Proses perencanaan pendidikan di Indonesia diarahkan pada relevansi, efisien, dan efektivitas pendidikan, sehingga sasaran pendidikan akan tercapai sesuai dengan tujuan yang telah digariskan seringkali berbeda dengan kenyataan di lapangan, sehingga optimalisasi kinerja manajemen pendidikan belum berjalan sesuai dengan harapan.
Tujuan demokrasi yang dikehendaki masyarakat indonesia saat ini sangat berpengaruh terhadap penerapan desentralisasi pendidikan sebagai wujud dari keinginan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Paradigma lama yang bersifat sentralisasi telah bergeser dengan lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 jo No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang memberikan kewenangan yang lebih luas pada provinsi, kota, dan kabupaten untuk mengelola daerahnya masing-masing sesuai dengan aspirasi masyarakat dan potensi yang dimilikinya.
B. Penerapan Perencanaan dalam sistem Pendidikan Nasional
Pelaksanaan di lapangan dalam rangka menyambut desentralisasi di bidang pendidikan salah satunya, adalh penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Selama ini sekolah yang dikontrol secara ketat oleh pusat menjadi lebih leluasa bergerak dalam mengelola sumber dayanya, sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar tersebut disamping menunjukan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntunan masyarakat, juga sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi mayarakat dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelola sekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat (stakeholder), terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan.
Implikasi desentralisasi manajemen pendidikan adalah pemberian kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya. Perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan serta memberdayakan sumber daya manusia yang menekankan pada profesionalisme. Pelaksanaan MBS memerlukan upaya penyelarasan, sehingga pelaksanaan berbagai komponen sekolah tidak tumpang tindih, saling lempar tugas dan tanggung jawab. Dengan begitu tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif, efisien, dan relevan dengan keperluannya.
Lahirnaya kebijakan yang berhubungan dengan implementasi MBS juga didasari oleh hasil laporan Bank Dunia (1998), bahwa terdapat beberapa kendala institusional dalam pembangunan pendidikan, khususnya pada tingkat pendidikan dasar di Indonesia, yaitu:
1. Instusi pemerintah yang mengelola pendidikan dasar sangat rumit dan kurang terkoordinasi, yaitu antara Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Agama.
2. Pengelolaan SMP (di luar sekolah keagamaan seperti Madrasah Tsanawiyah berada di bawah Departemen Agama) , sepenuhnya dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional, sehingga terjadi tanggung jawab ganda, di mata pihak sekolah, kebijakan pada jenjang SMP masih sangat sentralistik, sementara instansi vertikal di daerah hanya sekedar melaksanakan petunjuk pusat.
3. Anggaran pendidikan nasional dikelola secara kaku dan berkotak-kotak, baik jenis anggarannya maupun instansi yang menanganinya yaitu Departemen Keuangan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Dalam Negeri.
4. Manajemen pada tingkat sekolah belum efektif, karena para pimpinan / manajemen sekolah hanya berperan sebagai pelaksana tugas operasional belaka dan tidak berwenang membuat kebijakan yang diperlukannya.
Dengan digariskannya kebijakan tentang Otonomi Daerah, termasuk di bidang penyelenggaraan pendidikan (dasar dan menengah), melalui penerapan MBS itu, maka implikasinya telah berdampak pula pada perubahan sistem perencanaannya.
PERENCANAAN PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A. Pentingnya Posisi Perencanaan Pendidikan.
Perencanaan pendidikan harus mampu mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT) yang akan mempengaruhi proses perencanaan, seperti memahami sifat-sifat dasar manusia, memahami kebutuhan dasar manusia, menguasai berbagai jenis pendekatan dalam perencanaan sistem, memformulasikan suatu rencana pendidikan yang berorientasi kepada aspek fisik, manajemen, dan kurikulum sesuai dengan aspek-aspek lingkungan politik, dan ekonomi yang berlaku pada suatu tempat.
Pemahaman tentang bidang telaah masalah perencanaan pendidikan akan sangat menentukan kejelasan arah perencanaan dan sebaliknya tanpa adanya pemahaman tentang bidang telaah masalah perencanaan pendidikan niscaya akan mengaburkan kejelasan arah perencanaan pendidikan yang akan berimplikasi terhadap ketidakjelasan arah proses pendidikan selanjutnya. Bidang telaah yang harus dikaji adalah wilayah sistem serta sub-sub wilayah sistem, mengumpulkan data, mengolah data, dan meramalkan masa depan pendidikan. Inilah langkah kerja awal esensial yang harus dilaksanakan oleh para perencana pendidikan.
B. Posisi Peerencanaan Pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional yang Efektif
Struktur sistem pendidikan nasional terdiri atas berbagai jenjang yang mencakup jenjang pertama atau Primary Basic Education, jenjang kedua disebut Secondary Education, dan jebjang ketiga atau Tertiary Education. Diukur dari segi tahun, setiap jenjang itu amat bervariasi ada yang mengambil mdel 6 tahun untuk Primary Basic Education, 6 tahun untuk Secondary Education dan yang mengambil pola 5-7-4 untuk ketiga jenjang, serta ada pula yang mengambil 1-2-4 dengan menggabungkan jenjang pertama dan kedua. Di negara berkembang pola umum adalah 12 tahun untuk jenjang pertama dan kedua dan 4 tahun untuk jenjang ketiga guna memperoleh gelar sarjana muda. Asia Model mengemukakan pola 6-6-4 untuk ketiga jenjang dengan variasi pada jenjang kedua yaitu munculnya Technical dan Vocational Education. Di Indonesia variasi itu adanya Technical dan Vocational Education pada jenjang kedua, dan variasi adanya institut, universitas, akademi dan politeknik pada jenjang ketiga, dengan variasi lama studi 4 tahun untuk masing-masing institut dan universitas, dan 3 tahun untuk akademi. Lama stdudi ini pada jenjang ketiga di Indonesia mengalami perubahan yaitu 4 tahun untuk segala jenis pendidikan pada jenjang ketiga dengan merubah nama akademik dan politeknik menjadi sekolah tinggi.
Gambar di bawah ini memberikan penjelasan yang komprehensif adanya keterkaitan antara struktur sistem pendidikan dan struktur kependudukan berdasarkan kelompok usia.
GANBAR 4.1
Sistem Peresekolahan dan Populasi Usia Sekolah
Tahapan-tahapan dalam perencanaan pendidikan pada prinsipnya pada semua tataran sistemnya (operasional, institusional, dan struktural) dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Mengidentifikasi permasalahan perencanaan.
- Analisis bidang telaah permasalahan perencanaan.
- Evaluasi rencana.
- Menentukan rencana.
- Implementasi rencana.
- Evaluasi implementasi rencana dan umpan baliknya.
MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN PERENCANAAN PENDIDIKAN
Gambaran dan rumusan batasan permasalahan pendidikan sangat penting dan strategis, karena stiap kegiatan yang akan dirumuskan dalam proses perencanaan harus diarahkan dalam kerangka pemecahan masalah. Kebutuhan akan perencanaan muncul sebagai akibat semakin intensif dan kompleksnya permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Perencanaan dapat hanya mengacu kepada persiapan pembelajaran, yang intinya kepedulian terhadap lingkungan dari komunitas manusia, sehingga seorang perencana harus mengetahui nilai-nilai, tujuan, struktur sosial dari komunitas dengan tujuan untuk melayaninya secara memadai. Dimensi-dimensi perencanaan pendidikan, yaiut:
a. Significance
b. Feasibillity
c. Relevance
d. Definitiveness
e. Parsimoniusness
f. Adaptability
g. Time
h. Monitoring
i. Subject matter
Perencanaan berorientasi pada masa depan dan meliputi analisis yang menyeluruh (komperhensif) tentang masa kini, dan juga kekuatan-kekuatan sejarah yang membentuk perkembangannya. Secara umum suatu perencanaan meliputi:
a. Lingkup dan cakupan bidang permasalahan
b. Rentang permasalahan termasuk didalamnya perencanaan penyelesaian
c. Akibat yang ditimbulkan, Analisis permasalahan serta Upaya penyelesaiannya
d. Perhatian secara umum atas keberadaan masalah dan penyelesaiaannya
Perencanaan pendidikan diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, perubahan sikap kerja, tumbuhnya sinergi dari berbagai lembaga, kemajemukan di antara kepentingan individu, serta adanya berbagai penyelesaian terhadap masalah-masalah penduduk yang berda di pinggiran kota.
Perencanaan pendidikan harus berorientasi terhadap program siswa yang terstruktur dengan kondisi yang relevan dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan pendidikan dipandang perlu untuk melibatkan berbagai tingkatan (stakeholder) yang ada di masyarakat.
ANALISIS BIDANG TELAAHAN PERMASALAHAN PERENCANAAN
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari sub-sub sistem yang disebut dengan lingkungan pendidikan yang merupakan bidang telaahan masalah perencanaan pendidikan komperhensif. 4 (empat) sistem dalam lingkungan pendidikan, yaitu:
1. Sistem Aktivitas Pendidikan
Pendidikan terdiri atas sekumpulan aktivitas yang merupakan suatu proses dan membentuk suatu sistem, yaitu sistem aktivitas pendidikan. Sistem ini mencakup aktivitas-aktivitas perencanaan kurikulum, perencanaan sumber daya, strategi program pembelajaran, interprogramming komunitas sekolah, pelatihan pelayanan guru dan evaluasi.
2. Sistem Komunikasi Pendidikan
Sistem komunikasi pendidikan dapat dibagi ke dalam tiga sub sistem, yaitu sub sistem perpindahan (movement), sub sistem informasi dan sub sistem energi.
3. Sistem Fasilitas Pendidikan
Sistem fasilitas pendidikan bertujuan untuk menyediakan lingkungan fisik yang dapat membantu terciptanya keberhasilan individu dalam proses pembelajaran. Analisis fasilitas termasuk pada fasilitas pendidikan yang disesuaikan dengan pergerakan penduduk. Untuk melakukan hal tersebut dapat dilakukan melalui beberapa model pendekatan seperti yang dikemukakan William yaitu model survei visual yang memperhatikan dua bagian pendekatan yaitu mengidentifikasi karakteristik 3 (tiga) dimensi dari peta kota dan menentukan signifikansi.
4. Sistem Operasional Pendidikan
Sistem operasional pendidikan mencakup segala sesuatu yang tidak secara langsung dilihat dengan proses pembelajaran, akan tetapi cukup membantu dan mendukung fasilitas pembelajaran diantaranya pelayanan perpustakaan, penyediaan buku-buku paket, konseling dan bimbingan siswa, pelayanan kesehatan dan lain-lain.
Pengumpulan data merupakan bagian penting dalam perencanaan, karena harus dilaksanakan pada waktu yang tepat. Metode pengumpulan data, meliputi: (a) penggunaan angket atau kuesioner, dan (b) interview atau wawancara. Proses tabulasi data harus akurat, sehingga diperlukan di dalam perencanaan pendidikan untuk berbagi analisis data.
Teknik peramalan pendidikan menggunakan beberapa metode dengan memperhatikan berbagai aspek dan sistem pendidikan secara menyeluruh, yaitu:
a) Metode Cohort Survival
Langkah pertama: Mencari data lima tahun terakhir berdasarkan pengelompokan umur dan banyaknya jumlah penduduk.
Langkah kedua: Perhitungkan jumlah penduduk yang migrasi yang masuk dan keluar dari suatu wilayah tertentu pada kelompok umur dan interval waktu yang sama.
Langkah ketiga: Jumlahkan pada kelompok umur dan interval yang sama pada jumlah penduduk yang ada dengan perubahan yang ada dengan perubahan jumlah kelahiran dan migrasi yang kemudian sebagai prediksi pada interval waktu berikutnya.
b) Metode Migration and Natural
Langkah penentuannya hampir sama dengan metode Cohort dengan memperhatikan angka pertumbuhan penduduk asli dengan angka migrasi yang ada untuk digunakan sebagai estimasi peramalan tahun yang akan datang.
c) Metode Least Square
Metode ini mengarah kepada kurva logistik dengan cara melihat kecenderungan arah grafik yang ada sehingga dapat memprediksikan kemungkinan di tahun berikutnya. Sama halnya dengan metode sebelumnya pada metode ini juga memperhitungkan angka kelahiran, kematian dan migrasi yang ditujukan oleh titik-titik. Biasanya kurva ini dibuat untuk perhitungan secara kasar artinya pada skala level nasional dan jangka panjang karena range intervalnya juga sekitar 30 tahunan.
d) Metode Matrix
Metode ini biasanya disebut metode angka kesuburan dimana dengan parameter dan distribusi jenis kelamin digambarkan dengan kolom vector tersebut. Berbeda antara angka kelahiran dan kematian maka ditangani oleh ”Matrix Survivorships”.
Secara umum metode perhitungan jumlah penduduk:
Pn = P0 + D ± M
Keterangan:
Pn = Jumlah penduduk yang diproyeksikan pada tahun ini
Po = Jumlah penduduk yang tercatat pada tahun dasar (0)
B = Jumlah kelahiran
O = Jumalah kematian
M = Jumlah migrasi ( perpindahan, datang / masuk dan atau pergi / keluar)
MENGKONSEPSIKAN DAN MERANCANG RENCANA
Perencanaan pendidikan akan memberikan kontribusi yang besar jika dapat menilai efektivitas berbagi program yang ditanganinya. 4 (empat) bidang perhatian perencanaan pendidikan, yaitu:
a) Sejumlah aktivitas yang tercakup dalam berbagai lembaga pendidikan
b) Kebutuhan manusia akan lembaga pendidikan
c) Perencanaan fasilitas fisik yang berkaitan dengan proses dan teknik, dan
d) Administrasi gedung dan peralatan sekolah
Pekerjaan perencanaan pendidikan memerlukan interpretasi ringkas mengenai kebutuhan masyarakat dan cara memenuhinya. Perencanaan haruslah bersifat komperhensif dan seorang perencana harus menyeimbangkan sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang memungkinkan terjadi. Dalam mengidentifikasi kecenderungan umum, maka perlu untuk mengkaji antara lain:
1. Latar belakang perencanaan
Dalam pembahasan mengenai trend perencanaan pendidikan, kecenderungan masa lalu dan masa kini harus diamati dalam batas-batas lingkungannya, dan perencana pendidikan harus mengkaji pola-pola dan kecenderungan yang umum dan menonjol pada manusia, tempat, pergerakan, ekonomi dan aktivitas. Dengan mempertimbangkan perencanaan lingkungan, perhatian yang harus diarahkan adalah orang dan fungsinya di dalam lingkungan tersebut. Perencanaan melibatkan pengarahan dan pengawasan dari penggunaan dan pengembangan sumber daya manusia dan fisik untuk manfaat sosial dan ekonomi semaksiamal mungkin.
2. Pola kecenderungan umum pada manusia
Perencana pendidikan harus sesuai dengan pekerjaannya. Perencana pendidikan hendaknya seorang analisis yang terlampir, evaluator yang efektif, dan desainer yang cakep. Perencana merupakan seseorang professional yang dengan pengalaman atau pendidikan mampu membuat konsep mengenai pedoman pelaksanaan satu tugas sampai selesai. Sebagai analisis dan pesintesis, perencana harus memahami keseluruhan kontribusi komponen sistem pendidikan dan interaksi antar komponen tersebut dalam struktur, penggunaan tanah, prosedur perizinan, transportasi, demografi, interaksi sosial, dan sistem sekolah merupakan bagian penting dari latar belakangnya. Selain menjadi seorang yang pragmatis dan mungkin agak romantis, namun perencana bukanlah arsitek. Fungsi perencanaan itu lebih luas daripada sekedar merancang atau menvisualisasikan satu gedung sekolah yang melibatkan pengetahuan dan keterampilan.
3. Pola dan kecenderungan yang menonjol pada tempat
Dari awal peradaban, lingkungan fisik mempengaruhi perkembangan sosial manusia. Manusia menggunakan unsur-unsur alam untuk kepentingan dan pemenuhan tujuan sosialnya. Dewasa ini, perancangan fisik menawarkan suatu kontak baru dengan unsur-unsur alami, seperti: sinar matahari, udara segar, alam terbuka, dan pepohonan. Masalah penting lainnya dari peancangan fisik ini adalah penciptaan bentuk-bentuk perkotaan yang menunjukan lingkungan manusia sebagai bagian dari tatanan alami kehidupan. Ini dilakukan dengan membuat titik-titik fokus interaksi agar bisa meningkatkan pilihan dalam aktivitas dan hubungan gedung-gedung (tempat-tempat).
4. Pengaruh fisik
Untuk mempertahankan kondisi lingkungan yang ideal selamanya itu tidaklah mungkin. Tugas perencana pendidikan dalam hal lingkungan fisik merupakan tugas yang kompleks. Tanggung jawab perencana adalah menciptakan bentuk pendidikan ynag akan menghasilkan situasi yang membantu pelajar dengan pengaruh efektif agar berperilaku positif. Namun, lingkungan pendidikan harus dianggap sebagai stu perwujudan yang ada dalam batas-batas sistem aktivitas perkotaan untuk menentukan faktor mana yang efektif dan mana yang tidak efektif, perencana pendidikan harus menganalisis keseluruhan lingkungan perkotaan, sehingga pembelajaran bisa berlangsung dan menggunakan berbagai komponen fisik untuk mendukung proses pembelajaran.
5. Kewilayahan tempat (places)
Dalam pergerakan, individu selalu menjadi bagian dari lingkungan berdasarkan kebutuhan dasarnya (biologis, psikologis, dan sosiologis). Interkasi yang terus menerus antara individu dan lingkungannya itu membentuk suatu lingkungan pembelajaran yang efektif. Karena ini penting untuk efektivitas pembelajaran, perancangan lingkungan pendidikan juga hendaknya terus mempengaruhi individu dan juga dipengaruhi oleh individu tersebut. Lingkungan pembelajaran yang dinamis sangat penting karena keakraban menjadikan individu bisa diterima secara otomatis dan cepat tanggap terhadap lingkungan. Jika lingkungan terus berubah, lingkungan itu akan lebih merangsang dan menarik.
6. Peran persepsi (perception)
Manusia memandang lingkungannya dalam kaitannya dengan latar belakang persepsinya. Bentuk, ukuran, dan kondisi latarbelakang persepsinya. Bentuk ukuran, dan kondisi tidak memiliki makna kecuali apabila diungkapkan dalam pengalaman persepsi seseorang. Lingkungan itu sendiri tidak begitu berarti bagi siswa sampai siswa secara aktif terlibat dan berinteraksi didalamnya. Saat siswa dilibatkan di dalam lingkungannya, siswa menginterpretasikan latar belakang persepsi ini dan memberikan respon pada lingkungan tersebut, dengan melibatkan berbagai stimuli.
7. Pola dan kecenderungan umum pada pergerakan (movement)
Pergerakan penuh dengan pengalaman orang-orang di perkotaan. Setiap hari siswa memulai pengalaman belajar siswa dengan pergerakan untuk pergi ke pusat pembelajaran (maksudnya dari rumah ke sekolah). Namun, pengalaman ini tidak dijadikan bagian dari program pendidikan, baik secara formal maupun informal. Akibatnya, individu tidak peduli terhadap kekacauan, kemacetan dan bahaya.
8. Pola dan kecenderungan umum pada ekonomi
Masalah ekonomi perkotaan sangatlah penting bagi perencanaan pendidikan, karena perangkat pembuatan keputusan dalam mengatasi masalah ini belum berkembang secara efektif, masalah organisasi yang memberi kontribusi pada inefesiensi itu memang beragam.
9. Pola dan kecenderungan yang menonjol pada aktivitas (activities)
Untuk lebih jelas memahami sistem aktivitas, hendaknya memahami definisi yang tepat mengenai situasi tertentu. Keberhasilan atau kegagalan tugas itu bergantung pada persepsi individu mengenai situasi dan objek fisik yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
10. Beberapa kecenderungan perencanaan pendidikan.
Perencana pendidikan akan menjadi anggota staf konsultan untuk memberi masukan mengenai semua aktivitas kota dan penggunaan sumber daya. Dengan demikian, perencanaan pendidikan akan membantu mengkoordinasikan program sekolah, sehingga akan lebih efektif dalam kelompok aktivitas komunitas. Perencana pendidikan akan terus menekankan perencanaan kuantitatif.
Setelah mengidentifikasi kecenderungan umum, maka langkah selanjutnya dalam mengkonsepsikan dan merancang rencana, yaitu:
1. Menentukan Tujuan dan Sasaran
a. Tujuan dan peran perencanaan pendidikan
Tujuan adalah tujuan atau hasil yang ingin dicapai dari pembuatan desain. Dengan demikian, desain ini harus memberikan arahan kepada partisipan dalam suatu perencanaan dalam artian tujuan tersebut memang ideal. Tujuan mendorong tindakan yang menentukan seluruh pelaksanaan dalam perencanaan.
b. Sasaran dan kriteria rencana pendidikan
Perwujudan tujuan dimungkinkan melalui adanya sasaran. Sasaran merupakan pernyataan yang memungkinkan dari segi pengukuran maupun segi pencapaiannya. Dengan demikian, sasaran tidak dapat diubah secara kontinu, karena jumlah stabilitas minimum sangat penting dalam perencanaan pendidikan. Oleh karena itu, mempersiapkan sejumlah sasaran merupakan langkah penting dalam proses perencanaan pendidikan.
2. Merancang Rencana (Designing Plane) Pendidikan.
a. Konsep merancang rencana-rencana perencanaan
Desain melibatkan tiga unsur penting: bahan, bentuk, dan antar hubungan yang dinamis secara keseluruhan. Bahan adalah material yang didapatkan dari lingkungan fisik. Bentuk menunjukan susunan bahan. Aspek terakhir adalah dinamika berbagai gerakan ke dalam suatu kesatuan.
b. Pengaruh-pengaruh terhadap perancangan rencana-rencana
Masalah desain merupakan masalah yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengaruh budaya dan politik serta lingkungan alami dan lingkungan buatan. Faktor lain yang mempengaruhi perencanaan adalah iklim, faktor psikologi, teknologi dan pertukaran sosial dan pertukaran budaya. Pertukaran budaya ini sangat penting karena mempengaruhi kita dalam membuat struktur lingkungan.
c. Proses perancangan
Sebagai proses yang sifatnya pragmatis, aktivitas desain dimulai dengan pengenalan lingkungan desain dan penelitian pendahuluan selama mendapatkan data yang tepat mengenai solusi desain dan susunan dokumentasi grafik. Proses desain perencanaan dilakukan melalui definisi awal, pengumpulan data, uji coba awal, modifikasi solusi tentatif, dan perencanaan akhir. Dalam seluruh periode tersebut, perencanaan mecba menafsirkan kebutuhan sosial dan memenuhinya dengan bentuk fisik. Dengan demikian perencanaan perlu mengembangkan jenis metodologi yang akan menunjukan kemauan kliennya, yang dilakukan melalui beberapa jenis prosedur analitis dan menerjemahkan keinginnan klien ke dalam bentuk desain.
MENGEVALUASI RENCANA-RENCANA
Simulasi perencanaan pendidikan adalah sebuah replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem dengan tujuan untuk memberikan suatu metode dalam mengamati (visualisasi) berbagai perilaku komponen perencanaan. 3 (tiga) model utama simulasi yang dapat dioperasikan, yaitu:
a) Model Perubahan Berkelanjutan (Continously Changing Model), yaitu sebuah model yang variabel- variabelnya berubah secara terus-menerus dalam waktu.
b) Model Periode Tertentu (Fixed Period Model), yaitu suatu model dimana waktu dipisahkan ke dalam serangkaian periode yang terbatas, dan variabel-variabel diperoleh untuk berubah hanya pada akhir periode.
c) Model Peristiwa Terpisah-pisah (Discrete Event Model), yaitu suatu model dimana varibel-variabel kuantitasnya yang menampilkan keadaan yang terjadi hanya pada batas-batas waktu tertentu dan dikenal sebagai peristiwa.
4 (empat) faktor mendasar yang harus menjadi pertimbangan dalam mensimulasikan sebuah perencanaan, yaitu:
a) Peranan Perencanaan (the role of planning)
b) Model (the model)
c) Pengukuran keefektifan model (the measure of the model’s effectiveness)
d) Kriteria-kriteria Keputusan (the creteria of decision)
6 (enam) hal yang menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan model, yaitu:
a) Tingkat Agregasi (the level of aggregation), pada level apa data perencanaan akan dipasang, pada level makro atau level mikro. Levewl makro berkaitan dengan statistik perilaku masa dan properti-propertinya, sedangkan level mikro membutuhkan sistem preferensi para perencana poendidikan yang ditetapkan secara rinci.
b) Perlakuan Terhadap Waktu (treating time), suatu model dimulai pada satu waktu dan diteruskan ke suatu waktu yang baru. Penyusunan dimensi waktu adalah sesuatu yang sangat penting artinya. Suatu pertimbangan utama adalah bagaimana seringnya hasil-hasil diperlukan, sedangkan pertimbngan lainnya adalah keterlambatan respon diantara variabel-variabel dan persepsi para perencana pendidikan pada ciri-ciri khusus dari model itu.
c) Dampak-dampak Perubahan (the effects of change), variabel-variabel yang dianggap sebagai perubahan atas waktu itu dipahami sebagai “aliran”, dan variabel-variabel yang dianggap sebagai ”persediaan”.
d) Pengoperasian Model (operating the model). Dalam pengoperasian model terdapat 4 model utama simulasi yang dapat dioperasikan, diantaranya:
1) Model Verbal, yaitu suatu model perencanaan yang menyeluruh.
2) Model Fisik / Model Tiga Dimensi, yaitu suatu model yang terbentuk arsitektur dari kayu, kertas karton, atau plastik yang menggambarkan bangunan-bangunan dalam sebuah skala yang diperkecil.
3) Model Grafik / Photografi, yaitu model yang berbentuk sebuah model pemotretan dari udara atau berupa gambar.
4) Model Matematis, yaitu suatu model yang menggunakan beberapa tipe, diantaranya tipe struktur logika, tipe pengoperasian acak, dan tipe kesimpulan logika.
e) Penggunaan Variabel-variabel (using variables), karena banyak sumber data, maka para perencana pendidikan harus memberikan definisi-definisi empiris yang tepat terhadap variabel-variabel, artinya bahwa pembatasan dan kualifikasi di sekitar data harus diuji dengan hati-hati, sehingga data yang digunakan tidak merusak variabel-variabel mungkin secara dapat diamati dalam dunia nyata.
f) Menentukan Parameter (establishing parameters), menentukan parameter, pengukuran hubungan-hubungan adalah sebuah cabang yang dikembangkan pada metode statistik. Hal ini perlu karena definisi empiris yang tepat dari sebuah variabel mengakibatkan nilai-nilai parameter.
Model yang dipakai dalam simulasi, yaitu:
a) Model simulasi untuk dimensi orang-orang.
b) Model simulasi untuk tempat-tempat.
c) Model-model simulasi untuk pergerakan- pergerakan.
d) Model-model simulasi yang digunakan dalam ekonomi.
e) Model simulasi untuk kegiatan- kegiatan.
Beberapa teknik yang digunakan untuk evaluasi perencanaan pendidikan, yaitu:
a) Matriks yang dipilih
b) Pemetaan peringkat
c) Pembobotan sejumlah besar sasaran
d) Skala penilaian ordinal
e) Matriks evaluasi
f) Metode pemeringkatan dan pembobotan
Setiap perencanaan hendaknya mencapai tujuannya dengan memadukan semua unsur, sehingga tujuan itu tercapai dan hasilnya harus menunjukan imbalan yang berkaitan dengan perencanaan yang sistematis. Perencanaan pendidikan yang komperhensif harus melibatkan unsur-unsur fisik, sosial, dan ekonomi yang saling berkaitan dan hendaknya diperlakukan sebagai sistem yang terpadu. Bagian penting dari suatu perencanaan pendidikan yang komperhensif adalah proses fisik, sosial, dan administratif menunujukan perlunya koordinasi, fleksibilitas, dan ppemilihan waktu komitmen dan berbagai fungsi.
MENSPESIFIKASIKAN RENCANA
Rumusan masalah yang jelas diperlukan dalam penyusunan perencanaan yang komperhensif. Perencanaan muncul sebagai aktivitas keikutsertaan (participatory) dari orang yang akan dilayani oleh lingkungan dan yang akan dipengaruhi oleh lingkungan yang memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam merencanakan modifikasi atau pengembangan lingkungan tersebut. Perencanaan pendidikan memberikan rekomendasi mengenai serangkaian tindakan yang mencapai tujuan yang diinginkan. Jenis-jenis perencanaan pendidikan, yaitu:
1) Perencanaan Pendidikan Adaptif
Perencanaan pendidikan adaptif terjadi karena adanya tanggapan pada suatu pengembangan yang dilakukan secara eksternal. Dalam pengertian sempit, perencanaan tersebut berarti pemecahan masalah. Perencanaan ini dapat dengan mudah dan cepat dipahami oleh semua pihak.
2) Perencanaan Pendidikan Kontingensi
Perencanaan pendidikan kontingensi merupakan pendekatan yang ditujukan untuk menciptakan kondisi yang pengaruhnya dapat dielakan dan diserap dengan biaya atau kerufian minimal.
3) Perencanaan Pendidikan Kompulsif
Perencanaan pendidikan kompulsif menentukan perincian mengenai apa yang seharusnya dan apa yang diharapkan akan dilakukan. Alat utamanya adalah imbalan (reward) jika berhasil dan hukuman jika tidak berhasil.
4) Perencanaan Pendidikan Manipulatif
Perencanaan pendidikan Manipulatif mengandalkan berbagai jenis instrumen untuk mendapatkan suatu keuntungan. Alatnya adalah kesepakatan, pertukaran, dan mempengaruhi orang lain.
5) Perencanaan Pendidikan Indikatif
Perencanaan pendidikan indikatif menyebarkan informasi yang dimaksudkan untuk memberi sinyal yang benar kepada individu dengan harapan agar pada gilirannya akan mengambil tindakan yang tepat.
6) Perencanaan Pendidikan Bertahap (incremental)
Perencnaan pendidikan bertahap adalah perencanaan yang mengambil langkah pendek, mengoreksi kesalahan saat perencanaan itu dilaksanakan. Proses seperti ini, bila terdiri dari adaptabilitas jangka pendek yang dapat diterima akan menghasilkan sejumlah kesalahan yang mendorong perencana untuk mengambil pendekatan yang benar-benar menyeluruh (komperhensif).
7) Perencanaan Pendidikan Otonomi
Perencanaan pendidikan otonomi merupakan perencanaan yang dilakukan oleh diri sendiri dan bukan sebagai bagian dari perencanaan lainnya.
8) Perencanaan Pendidikan Perbaikan / Pemulihan (amelioratif)
Perencanaan pendidikan amelioratif dirancang untuk memulihkan pada keadaan semula, tanpa pertimbangan mengenai apa yang mungkin terjadi. Tujuannya adalah kembali pada status quo.
9) Perencanaan Pendidikan Normatif
Perencanaan pendidikan normatif merupakan perencanaan jangka panjang, perencanaan untuk 25 sampai 40 tahun ke depan. Karakteristik utamanya adalah sifatnya yang umum, dan fungsinya adalah untuk membentuk pedoman dan arahan untuk perencanaan.
10) Perencanaan Pendidikan Fungsional
Perencanaan pendidikan fungsional memusatkan pada aspek tertentu dari seluruh masalah. Pada dasarnya jenis perencanaan ini sifatnya tersegmentasi tetapi tetap berfungsi sebagai pelengkap dari upaya perencanaan total.
11) Pemograman Pendidikan
Program pendidikan menentukan pencapaian target, kebutuhan program dan kebutuhan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu.
MENGIMPLEMENTASIKAN RENCANA
Perencanaan kebijakan pendidikan menyangkut pengembangan pedoman umum tindakan oleh sekelompok orang tertentu (elected officials). Perencanaan program pendidikan menyangkut persiapan rencana-rencana yang spesifik disertai prosedur-prosedur untuk diterapkan oleh institusi/organisasi administrasi pendidikan dalam kerangka sistem pendidikan yang ada. Rencana pendidikan akan mengarahkan proses pengembangan program-program pendidikan dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menjalankannya.
Perencanaan yang komperhensif merupakan konstitusi yang tidak permanen dan merupakan kumpulan prinsip-prinsip pendidikan fundamental. Perencanaan pendidikan mempunyai sejumlah masalah yang unik, sehingga tidak ada satu bentuk perencanaan tertentu dapat dilaksanakan dan diorganisasikan yang akan menjamin efektivitas agensi. Dalam mengorganisasikan unit-unit operasional perencana pendidikan memiliki keterampilan metodologis, berupaya menjangkau seluruh kepentingan pendidikan dengan kriteria yang obyektif dan rasional.
Sebuah perencanaan mengandung banyak bagian, peran, pelaku, dan kerjasama untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, yang dibutuhkan dalam perencanaan adalah kerjasama dan kesamaan pikiran sebelum proyek tersebut dimulai. Variasi situasi kerjasama, yaitu:
a) Kerjasama Antara Orang
Dalam pendidikan komponen sosial yaitu, siswa, guru, kepala sekolah, administator beserta kegiatannya termasuk dalam sistem dan sangat penting dalam usaha kerjasama. Baik partisipan yang ramah maupun bermusuhan saling berhubungan dengan sistem lainnya. Sistem yang lainnya tersebut harus dimasukan dalam proses perencanaan pendidikan yang komperhensif. Dimasa lalu hal tersebut tidak terjadi. Program-program disyaratkan oleh hukum atau diperintahkan melalui obligasi kontrak yang meminimalkan inisiatif swasta untuk kerjasama.
b) Kerjasama Berkaitan dengan Tempat
Lingkungan fisik (tempat) meliputi: lokasi, topografi, iklim, struktur, sarana, perlengkapan, dan lain-lain tidak dapat dipisahkan dari perencanaan pendidikan yang komperhensif. Setiap tempat membutuhkan penyesuaian dan adaptasi dengan aspek-aspek lain dalam perencanaan pendidikan yang komperhensif. Pengaruh dan penggunaannya dalam skala luas mempengaruhi pelaksanaan perencanaan pendidikan yang komperhensif.
c) Kerjasama Berkaitan dengan Perubahan atau Gerakan
Dalam suatu sistem, pergerakan membutuhkan kerjasama. Kerjasama merupakan dasar untuk mengurangi perpecahan antar tempat kegiatan, sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan. Spesialisasi aktivitas pendidikan membuat perlunya kerjasama antar orang. Pola aktivitas pendidikan menggambarkan sistem ketergantugan yang dalam sistem tersebut pilihan lokasi atau tempat dibuat mempertimbangkan kerjasama yang renggang antar aktivitas dan interaksinya. Beberapa orang memandang ini sebagai akses ke banyak orang, lainnya kenyamanan pergerakan, dan lainnya lagi sekedar kedekatan.
d) Kerjasama Berkaitan dengan Ekonomi
Ekonomi sangat penting karena tidak ada perencanaan yang dapat dijalankan tanpa pendapatan dan pengeluaran. Perencanaan yang dijalankan harus diperhitungkan sehingga memungkinkan secara ekonomi. Ekonomi merupakan kunci bagaimana dan proyek pendidikan apa yang dijalankan. Ekonomi memberikan jalan untuk insentif. Insentif yang tidak layak dapat menyebabkan kegagalan kerjasama. Uang merupakan pendorong individu bekerja, kompensasi layanan, dan hadiah atas kontribusi yang diberikan. Dalam sistem keuangan kita, dorongan untuk kerjasama merupakan yang paling kuat dan paling diabaikan. Dalam sebuah organisasi seperti pendidikan, motif-motif berakar dari kepuasan individu dan komunitas.
e) Kerjasama Berkaitan dengan Aktivitas
Kerjasama antar kegiatan berbagai agensi pendidikan sangat penting dalam rangka pencapaian tujuan. Kerjasama dengan sendirinya akan mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang inheren ketika hanya satu atau sedikit kegiatan dijalankan. Sebuah keterbatasan adalah sebuah fungsi dari jumlah keseluruhan kegiatan yang dibutuhkan. Contoh jika bis sekolah gagal mengantarkan siswa ke sekolah maka kegiatan pembelajaran akan terpengaruh. ”Mengatasi sebuah keterbatasan adalah cara untuk mencapai tujuan, ketika keterbatasan tidak dapat diatasi tujuan harus dihilangkan.
Koordinasi adalah proses penjadwalan kegiatan untuk menghilangkan konflik agar tujuan dapat tercapai. Mengkoordinasi kegiatan yang berbeda dalam tujuan agensi pendidikan yang beragam merupakan esensi perencanaan pendidikan yang komperhensif dengan tujuan untuk menerjemahkan tujuan perencanaan pendidikan yang komperhensif ke dalam program-program praktis.
MEMANTAU PELAKSANAKAN RENCANA DAN UMPAN BALIK BAGI PERENCANAAN
Monitoring perencanaan yang sedang berlangsung memungkinkan suatu alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi. Penjadwalan dapat digunakan untuk mengidentifikasi setiap aktivitas yang dilaksanakan dan pendekatan komperhensif. Teknik penjadwalan antara lain:
a) CPM (Critical Path Method)
CPM yang pada dasarnya bersifat deterministic berkaitan dengan proyek yang sub tugasnya telah dikenal dan estimasi waktu penyelesaian dapat lebih dipastikan.
b) PERT (Program Evaluation Research Task)
PERT digunakan bila proyek manaiemen prospektif memerlukan sub tugas mengenai ketidakpastian yang ada. Ini biasanya muncul bila proyek yang melibatkan jenis aktivitas barn, tidak mempunyai pengalaman sebelumnya. Estimasi waktu sifatnya tidak jelas dan bervariasi.
Perbedaan PERT dengan CPM
PERT | CPM |
Probabilistik | Deterministik |
Berorientasi pada kejadian | Berorientasi pada aktivitas |
Tidak berdasarkan pengalaman | Berdasarkan pengalaman |
Estimasi multi waktu | Estimasi satu waktu |
Salah satu keuntungan PERT dalam menggunakan estimasi multi waktu adalah bahwa perhitungannya dapat digunakan dalam probabilitas komputer, karena CPM hanya menggunakan estimasi satu waktu dan tidak ada variasi yang muncul dalam estimasi waktu tersebut sehingga probabilitasnya tidak dapat dihitung.
Diagram penjadwalan yang digunakan untuk aktivitas monitoring, yaitu:
a) Diagram Grant
Pada diagram Grant aktivitas berada di kolom sebelah kiri dan setiap minggu menempati suatu kolom tambahan. Setiap waktu penyelesaian aktivitas aktivitas ditandai pada kolom tertentu. Salah satu masalah dalam diagram Grant ini adalah ketergantungan berbagai aktivitas, karenanya diperlukan suatu prosedur yang lebih canggih slain diagram Grant ini sehingga kekurangannya bisa diatasi.
b) Diagram PERT
Diagram PERT terdiri dari berbagai jaringan yang melibatkan satu aktivitas, serangkaian aktivitas dan aktivitas pararel. Dalam prakteknya sebanyak mungkin aktivitas hendaknya diupayakan pararel, sehingga bisa mengurangi rentang waktu antara kejadian awal dan kejadian akhir. Aktivitas pararel umumnya dimungkinkan jika terdapat cukup sumber daya yang digunakan dalam aktivitas tersebut.
c) Diagram Panah
Diagram panah terdiri dari aktivitas tunggal, serangkaian aktivitas dan aktivitas paralel. Dalam PERT jaringan disusun sekitar kejadian. Sebaliknya dalam diagram panah, jaringan tersusun sekitar aktivitas dan titik (node) dalam diagram panah umumnya hanya merupakan hubungan logika.
d) Precedence Diagram
Precedence diagram menggunakan prosedur yang sama dengan diagram PERT maupun diagram panah: aktivitas tunggal, serangkaian aktivitas dan aktivitas paralel. Konstruksi precedence diagram menawarkan lebih banyak fleksibilitas dibanding dengan PERT atau diagram panah. Diagram ini tidak memberikan catatan deskriptif apapun juga acuan waktu apapun.
Evaluasi merupakan suatu aktivitas pengendalian yang memungkinkan intervensi yang positif. Evaluasi memeriksa arah yang diambil dan memeriksa hasil atau penyimpangannya dari perencanaan sebelumnya. Evaluasi harus bersifat komperhensif dan terbuka terhadap berbagai kritikan. 5 (lima) faktor penting dalam setiap aktivitas pendidikan, yaitu:
a) Tempat Aktivitas yang Dilakukan
b) Waktu Aktivitas Dilakukan
c) Orang yang Terlibat dalam Aktivitas
d) Sumber Daya yang Diperlukan untuk Aktivitas Tersebut
e) Proses Pelaksanaan Aktivitas
PENDEKATAN KEBUTUHAN SOSIAL
A. Tujuan Pendekatan
Pendekatan ini menitik beratkan pada tujuan pendidikan yang mengandung misi pembebasan terutama bagi negara-negara berkembang yang kemerdekaannya baru saja diperoleh setelah melalui perjuangan pembebasan yang amat lama. Pendidikan membebaskan rakyat dari ketakutan, dari penjajahan, dari kebodohan, dan dari kemiskinan. Misi pembebasan yang menjiwai tuntutan terhadap pendidikan merup.ikan aspirasi politik rakyat, karena itu tuntutan sosial ini merupakan tekanan keras bagi penyelenggara pendidikan.
Dengan melihat karakteristik tuntutan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan ini lebih menekankaii pemerataan kesempatan atau kuantitatif, dibandingkan dengan aspek kualitatif. Karena itu pendidikan dasar merupakan prioritas utama yang harus diberikan kepada setiap anak usia SD. Kewajiban belajar merupakan manifestasi dari tuntutan sosial ini untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara. Target yang harus dicapai adalah pembebasan dari tuna aksara atau free from illiteracy.
Yang dimaksud dengan pendekatan sosial ini menurut A. W. Guruge (1972) adalah "The traditional approach to education al development by providing institution and facilities to meet pressures of admission and make allovance, for the free exercise of students and parents preferences". Pendekatan sosial ini menurut Guruge (1972) adalah pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanan-tekanan untuk memasukkan sekolah serta memungkinkan pemberian kesempatan kepada pemenuhan keinginan-keinginan murid dan orang tuanya secara bebas.
Pendekatan yang dikemukakan Guruge tersebut bersifid tradisional dimana pendekatan ini didasarkan kepada tuju.m untuk memenuhi tuntutan atau permintaan seluruh individu terhadap pendidikan pada tempat dan waktu tertentu dalmn situasi perekonomian politik dan kebudayaan yang ada pada waktu itu. Ini berarti bahwa sektor pendidikan harus menyediakan lembaga-lembaga pendidikan serta fasilitas untuk menampung seluruh kelompok umur yang ingin menerima pendidikan. Jika jumlah tempat yang tersedia masih lebih kecil daripada jumlah tempat yang seharusnya ada, nmlco dikatakan bahwa permintaan masyarakat melebilil penyediaan.
B. Analisis Kebutuhan Sosial
Bila pendekatan ini dipergunakan, maka tugas para perencana pendidikan harus memperkirakan kebutuhan pada masa yang akan datang dengan menganalisa: "In demographic growth, participation in education, student flows from grade to grade and and level to level and social and individual preferences relating to types of education". Atau menganalisa:
1. Pertumbuhan penduduk.
2. Partisipasi dalam pendidikan (yakni dengan menghitung prosentase penduduk yang bersekolah).
3. Arus murid dari kelas satu ke kelas yang lebih tinggi dan dari satu tingkat ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi (misalnya dari SD ke SLTP ke SMA dan ke perguruan tinggi).
4. Pilihan atau keinginan masyarakat dari individu tentang jenis-jenis pendidikan.
Selanjutnya para perencana diminta untuk merencanakan penggunaan tenaga dan fasilitas yang ada secara optimal dan memobilisasikan dana dan daya agar supaya permintaan masyarakat terhadap pendidikan menjadi terpenuhi. Dalam banyak negara, penyediaan pendidikan dasar baik dalam sekolah maupun di luar sekolah didasarkan kepada pendekatan permintaan masyarakat.
Pendekatan seperti ini sukar diukur serta diteliti, kecuali untuk negara yang sudah melaksanakan undang-undang kewajiban belajar serta mempunyai data demografi baik (lengkap) atau adanya kebijakan pemerintah. Kelemahan pendekatan permintaan masyarakat ini dapat disebutkan antara lain:
1. Pendidikan ini mengabaikan alokasi sumber-sumber dalam skala nasional dan secara implisit tidak mempersoalkan berapa besar sumber yang diperuntukkan bagi pendidikan, karena beranggapan bahwa penggunaan sumber-sumber itulah yang terbaik bagi pembangunan bangsa.
2. Pendekatan itu mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang diperlukan di sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian.akan cenderung menghasilkan tamatan yang sebennrnya kurang diperlukan dan justru akan kekurangan jenis tamatan yang dibutuhkan.
3. Pendekatan ini cenderung berlaku menjawab tuntutan saja, sehingga mengabaikan pertimbangan pembiayaan, sehingga pemerataan sumber-sumber itu menjadi kecll akibatnya tuntutan kualitas dan efektivitas pendidikan tidak tercapai yang berarti pemborosan.
Dengan pengalaman yang dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dengan menggunakan pendekatan sosial tanpa memperhatikan kriteria kebutuhan masyarakat sebagaimana yang lazimnya dilakukan perencanaan pendidikan maka tujuan pendidikan akan sukar dicapai secara optimal sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
PENDEKATAN KEBUTUHAN KETENAGAKERJAAN
A. Tujuan Pendekatan
Yang dimaksud dengan pendekatan ketenagakerjaan (man power approaches) menurut A. W. Guruge (1972): "Gearing on educational eforts to the fulfinient of national man power requirement." Jadi menurut Guruge pendekatan ini bertujuan mengarahkan kegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja (man power atau person power).
Pada tahap permulaan pembangunan dimana diperlukan banyak tenaga kerja dari segala tingkatan dan berbagai jenis keahlian, kebanyakan negara mengharapkan supaya pendidikan mempersiapkan dan menghasilkan tenaga kerja yang terampil untuk pembangunan dalam sektor pertanian, industri, perdagangan dan seterusnya, dan juga untuk calon pemimpin yang cerdas dalam profesinya. Untuk itu dicoba membuat perkiraan jumlah dan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh setiap kegiatan pembangunan nasional. Perencanaan pendidikan dalam hat ini diharapkan dapat, memberikan keyakinan penyediaan fasilitas dan pengarahan arus murid benar-benar didasarkan atas perkiraan kebutuhan tenaga kerja. Akan tetapi metode-metode untuk memperkirakan kebutuhan tenaga kerja perlu ditetapkan atau dibuat terlebih dahulu sesuai dengan kepentingan dan kondisi negara yang bersangkutan.
Pendekatan ini mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan seperti sektor ekonomi, pertanian, perdagangan dan industri. Tujuan yang akan dicapai adalah bahwa pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik hingga tingkat kehidupannya dapat diperbaiki melalui penghasilan sangat appealing karena dikaitkan langsung dengan usaha pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang. Karena ini tekanan utama adalah relevancy program pendidikan dengan berbagai sektor pembangunan dilihat dari pemenuhan ketenagaan. Pendidikan kejuruan dan teknologi baik pada tingkat menengah maupun tingkat universitas merupakan prioritas. Untuk memenuhi tuntutan relevancy seperti disebutkan di atas, kurikulum dikembangkan sedemikian rupa hingga lulusan yang merupakan output sistem pendidikan siap pakai di lapangan. Implikasi dari pendekatan ini adalah pendidikan harus diorientasikan kepada pekerjaan yang mungkin diperlukan di pasaran kerja. Jenis pekerjaan, tingkat, atau level pekerjaan, persyarat kerja, mobilitas kerja harus dijabarkan hingga educational attainment cocok dengan karateristik berbagai persyaratan kerja di atas.
B. Kelemahan Pendekatan
Apabila pendekatan-pendekatan secara murni dilaksanakan maka kesukarannya adalah dalam pengembangan program yang relevan itu. Jenis kerja, persyaratan kerja, klasifikasi kerja, tingkat kerja amat tidak pasti dan perubahannya amat cepat, sedangkan pendidikan adalah proses jangka lama yang menghendaki ketelitian dan kecermatan. Educational attainment yang diinginkan amat sulit diwujudkan. Kesukaran lain adalah pendidikan yang tidak langsung berkaitan dengan dunia kerja tidak mendapat prioritas, dan pendidikan dengan pembebasannya itu akan dikesampingkan dan ini secara politis akan menimbulkan kesukaran pula.
Salah satu metode misalnya bukan hanya sekadar memperkirakan kebutuhan saja, tapi perlu penelitian jenis tenaga yang terlatih yang diperlukan oleh negara atau dasar perbandingan yang dilakukan terhadap negara-negara lain yang sudah duluan mengalami taraf pembanguan yang serupa. Metode lain ialah dengan menggunakan Model Matematika dalam menentukan jenis tenaga terdidik yang dibutuhkan oleh negara berdasarkan trend pertumbuhan ekonominya.
Kebanyakan ahli ekonomi memilih pendekatan ketenagakerjaan ini, karena mereka berpendirian bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung kepada sumber alam dan fasilitas, tapi juga sumber tenaga kerja yang mengolah, menggunakan serta mengelolanya. Man Power Appoach memperhatikan terutama jenis dan tingkat pendidikan yang dapat langsung menghasilkan tenaga kerja. Perencanaan pengembangannya (kuantitatif dan kualitatif) didasarkan kepada perbandingan tenaga kerja menurut klasifikasi yang ada serta jumlah yang diperlukan. Misalnya diperlukan 100 insinyur, berapa lulusan STM yang harus ada, perbandingan antara dokter dengan perawat, dan sebagainya.
Menurut pendekatan ini perencanaan pendidikan diminta untuk merencanakan kegiatan atau usaha pendidikan suatu negara sedemikian rupa sehingga menjamin setiap individu (apakah seorang lulusan atau seorang putus sekolah) atau bahkan seorang yang belum pernah sekolah terjun ke masyarakat dengan kemampuan untuk menjadi pekerja yang produktif'.
Masalah yang timbul dalam perencanaan tenaga kerja terutama bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, antara lain dalam hal:
a. Jenis dan jumlah lapangan kerja.
b. Persyaratan yang jelas mengenai mutu personil yang dituntut oleh pasaran tenaga kerja.
c. Perbandingan jumlah personil berdasarkan jenjang ko ahlian.
d. Kebutuhan yang riil akan tenaga kerja.
Oleh karena itu perencanaan pendidikan yang realisitis menjadi sangat penting terhadap akan terjadinya masalah-masalah yang akan dihadapi di kemudian hari dalam kaitannya dengan tenaga kerja yang akan diharapkan.
PENDEKATAN EFISIENSI BIAYA
A. Tujuan Pendekatan
Pendekatan ini adalah bersifat ekonomi dan berpangkal dari konsep Investment in Human Capital atau investasi pada sumber daya manusia. Setiap investasi harus mendatangkan keuntungan yang dapat diukur dengan nilai moneter. Pendidikan memerlukan investasi yang besar dan karena itu keuntungan dari investasi tersebut harus dapat diperhitungkan bilamana pendidikan itu memang mempunyai nilai ekonomi.
Pendidikan secara konseptual tampaknya, tidak diragukan lagi, mempunyai nilai ekonomi, artinya pendidikan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, walaupun para ahli ekonomi mengalami kesukaran secara nyata dan pasti dalam mengukur besarnya kontribusi tersebut, karena sifat dan ciri pendidikan yang kompleks itu. Keterkaitan pendidikan dengan ekonomi dapat diterangkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi seperti tenaga kerja, pengetahuan dan teknologi. Faktor-faktor ini hanya dapat diwujudkan dengan masuknya peran pendidikan melalui human factor, sebab pembangunan ekonomi pada dasarnya dilakukan oleh manusia dan untuk manusia. Sedangkan pembangunan manusia hanya mungkin dilakukan oleh pendidikan, bukan oleh ekonomi. Bukti lain yang dapat menerangkan keterkaitan pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi adalah negara-negara yang ekonominya kuat, didukung oleh rakyat yang latar belakang pendidikan yang dicapainya tinggi, sebaliknya negara-negara yang ekonominya lemah, tingkat pendidikan rakyatnya rendah. Bukti lain yang dapat menerangkan kontribusi pendidikan tahap ekonomi adalah melalui keterkaitan antara tingkat dan jenis pendidikan dengan ketenagakerjaan. Income seseorang ternyata banyak dipengaruhi oleh jenis pendidikan dan tingkat pendidikan yang diperolehnya. Secara umum income lulusan SD lebih rendah bila dibandingkan dengan income lulusan SMA, dan demikian pula lulusan SMA berpenghasilan lebih rendah bila dibandingkan dengan income lulusan pergurunn tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, pendekatan untung rugi mempunyai implikasi sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi menempati urutan atau prioritas penting. Karena pendekatan untung rugi mempunyai keterkaitan erat dengan pendekatan ketenagaan, maka program pendidikan kejuruan dan teknologi yang lulusnya mempunyai kesempatan lebih baik untuk bekerja mendapat prioritas dalam alokasi pembiayaan sebagai bentuk investasi dalam pendidikan. Kesulitan dalam pendekatan ini adalah menentukan dengan pasti program mana yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dalam menentukan besar alokasi dana. Pengembangan program pendidikan yang berorientasikan pada nilai ekonomi ini tidak selalu mullah karena kesempatan kerja yang merupakan ukuran nilai ekonomi tinggi, amatlah tidak stabil dan terns berubah seusai dengan pertumbuhan ekonomi bangsa itu.
B. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan
Di dalam pendekatan ini, bukan saja biaya keseluruhan pendidikan tetapi juga biaya sesuatu jenjang atau jenis pendidikan tertentu.selalu dibandingkan dengan nilai hasil misalnya kenaikan pendapatan atau kenaikan produktivitas orang-orang yang sudah memperoleh pendidikan itu. Tugas perencanaan adalah menghindarkan investasi (dalam setiap tingkat dan jenis pendidikan) yang tidak memberikan hasil yang sepadan. Pendekatan seperti ini mempunyai harapan bahwa kegiatan pendidikan yang tidak produktif dapat ditiadakan melalui proses pendekatan efisiensi investasi ini.
`Pendekatan ini disebut juga pendekatan Rate of Education (yang mula-mula dicobakan di Rusia), bertujuan untuk mengukur pendidikan dari sudut hasil atau keuntungan yang diperoleh. Jika suatu jenis pendidikan tertentu menghasilkan lulusan yang kalau sudah bekerja menghasilkan return (produksi, jasa keuntungan) yang jauh lebih besar dari input, biaya yang dipakai untuk jenis pendidikan tersebut, make jenis pendidikan ini harus terns dikembangkan. Jika tidak menguntungkan, sebaiknya perlu dipikirkan apakah jenis pendidikan itu perlu dilanjutkan atau tidak.
Timbulnya pendekatan ini di dalam perencanaan pendidikan dapat dijelaskan, antara lain: sekelompok ahli ekonomi dari tradisi neo klasik menyerang baik man power maupun Social Demand Approach dengan mengatakan bahwa kedua pendekatan tadi mengabaikan masalah alokasi biaya dan prinsip cost benefit. Pendekatan ini selalu memilih alternatif yang menghasilkan lebih banyak keuntungan daripada biaya yang dikeluarkan.
Pendekatan Cost Benefit didasarkan pada asumsi bahwa: (a) sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya, dan (b) perbedaan pendapat di masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan dalam pendidikan dan bukan perbedaan kemampuan atau later belakang sosial.
Jadi pada pokoknya pendekatan Cost Benefit didasarkan pada keuntungan penambahan pendapatan seseorang karena pendidikan. Ditekankan agar perencana ekonomi dan perencana pendidikan harus mengikuti bentuk logika yang same apabila tidak kepada alokasi biaya nasional untuk setiap sektor, ataupun dalam mengalokasikan biaya pendidikan kepada masing-masing sub sektor dan seterusnya kepada tiap tingkat pendidikan. Tapi sebenarnya di dalam pendidikan adalah sukar untuk mengukur biaya dan keuntungan (cost and benefit), terlebih mengukur keuntungan untuk mesa yang akan datang.
Oleh karena itu terhadap pendekatan ini pun pernah pula mendapat kritik dari pihak lain yang mengemukakan antara lain: (a) sangat sulit menghitung benefit yang dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan kerja, (b) pendekatan ini mengabaikan hubungan antara penghasilan seseorang dengan kemampuan motivasi, kelas sosial dan sebagainya dan hanya melihat hubungan antara pendidikan dengan penghasilan, (c) perbedaan pendapatan yang menguntungkan orang-orang itu sendiri bukanlah menunjukkan kemampuan produktivitasnya, tetapi lebih merupakan suatu konvensi sosial, dan (d) keuntungan dari pendidikan tidak hanya berupa keuntungan finansial, tetapi keuntungan sosial, seperti: pemeliharaan anak yang sempat bekerja karena anak-anaknya bersekolah, pengaruh baik terhadap lingkungan yang diberikan oleh keluarga yang terdidik dan sebagainya.
Perencanaan pendidikan di negeri kita tidak menggunakan salah satu saja dari pendekatan tadi tapi menerapkan beberapa pendekatan, kadang-kadang ketiga-tiganya secara bersama-sama. Perencanaan pendidikan tidak diharuskan supaya terikat kepada salah satu pendekatan, akan tetapi semua pendekatan yang ada dapat dijadikan pedoman dalam menjabarkan tujuan nasional pendidikan. Setiap tingkat dan jenis pendidikan mungkin memerlukan pendekatan yang berlainan. Karena itu adalah penting bagi setiap perencana. untuk mengetahui ruang lingkup dan keterbatasan-keterbatasan setiap pendekatan.
PEMANFAATAN AHP UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frame work bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Karakteristik pelaksanaan Good Governance, yaitu:
a) participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta partisipasi secara konstruktif.
b) rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
c) transparency, transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi, informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
d) responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.
e) consensus orientation, berorientasi pads kepentingan masyarakat yang lebih luas.
f) equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang soma untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
g) efficiency and effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
h) accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
i) strategy vision, penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.
Perubahan struktur anggaran dimaksudkan untuk menciptakan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas publik (public accountability), sehingga memperjelas besarnya surplus atau defisit anggaran serta strategi pembiayaan.
Siklus perencanaan dan pengendalian terdiri dari 5 (lima) tahapan aktivitas, yaitu:
a) Perencanaan Tujuan Dasar dan Sasaran
Siklus manajemen (perencanaan dan pengendalian) dimulai dengan tahapan aktivitas perencanaan tujuan dasar dan sasaran. Pemda umumnya menetapkan tujuan dasar dalam rumusan yang luas dan jangka panjang, yaitu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sedang sasaran dirumuskan dalam format yang lebih fokus dan mengarah pada bidang-bidang pemerintahan dan pelayanan masyarakat, misal: kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.
Tujuan dasar dan sasaran merupakan hal penting yang, harus ditetapkan terlebih dahulu sebagai perencanaan strategi yang fungsinya sebagai pedoman untuk menyusun perencanaan yang bersifat teknis untuk meneapainya (perencanaan operasional).
b) Perencanaan Operasional
Perencanaan operasional pada dasarnya merupakan penjabaran operasional dari tujuan dasar dan sasaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan strategik. Perencanaan operasional umumnya berupa program dan kegiatan yang akan dilaksanakan berikut target-target kinerja yang akan dicapai. Perencanaan operasional memuat berbagai alternatif program dan kegiatan yang dipertimbangkan sebagai cara untuk mencapai tujuan dasar dan sasaran yang diinginkan. Perencanaan operasional yang dirumuskan dalam perspektif jangka pendek tersebut selanjutnya diidentifikasi dan diekspresikan dalam ukuran satuan uang pada tahap penganggaran.
c) Penganggaran
Penganggaran dalam organisasi sektor publik, khususnya pemda merupakan tahapan aktivitas yang mempunyai arti dan peran penting dalam siklus perencanaan dan pengendalian. Penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran yang berisi pernyataan dalam bentuk satuan uang yang merupakan refleksi dari aktivitas dan target kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu. Penganggaran pada dasarnya merupakan proses penentuan jumlah alokasi sumber-sumber ekonomi untuk setiap program dan aktivitas dalam bentuk satuan uang. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.
d) Pengendalian dan Pengukuran
Salah satu fungsi anggaran adalah sebagai alai untuk mengukur efisiensi dan efektivitas suatu organisasi yang menunjukkan hubungan input dan/atau output. Input dalam anggaran dinyatakan dalam bentuk pengeluaran atau belanja yang menunjukkan batas maksimum jumlah uang yang diperkenankan untuk dikeluarkan pada setiap kegiatan yang dilaksanakan. Output dinyatakan dalam bentuk penerimaan atau pendapatan yang menunjukkan jumlah uang yang akan diperoleh dari estimasi hasil minimal yang secara rasional dapat dicapai.
Pengendalian dilakukan dengan cara membandingkan antara anggaran dengan realisasinya. Dalam pengeluaran daerah, pengendalian dimaksudkan untuk memastikan apakah: (1) jumlah realisasi pengeluaran atau belanja tidak melebihi dari jumlah yang dianggarkan, dan (2) tingkat kegiatan yang direncanakan dapat dicapai. Pengukuran adalah aktivitas pencatatan realisasi pendapatan dan belanja yang digunakan sebagai dasar pembandingan dengan anggaran dalam aktivitas pengendalian.
e) Pelaporan, Analisis, dan Umpan balik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar