Padahal Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk mengemban sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah, dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
"Agar pekerja sektor informal seperti tukang ojek, pedagang jamu, pedagang makanan, buruh tani dan nelayan tidak jatuh ke level kemiskinan, Departemen Sosial menawarkan Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos). Aksesos pada prinsipnya adalah program perlindungan atau asuransi sosial kepada para pekerja mandiri di sektor informal yang meliputi pembiayaan," kata Direktur Jaminan Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial RI, Akifah E, Kamis (23/10) di Jakarta.
Data Pusdatin Departemen Sosial per 2006 menyebutkan, rumah tangga miskin di 33 provinsi di Indonesia mencapai 19,10 juta keluarga atau 76 juta jiwa (dengan asumsi 4 jiwa per keluarga). Jumlah ini setara dengan 35 persen dari total populasi Indonesia. Jika yang 41 juta pekerja sektor informal ini tidak diberikan program Askesos, mereka bisa jatuh ke level rumah tangga miskin.
Akifah menjelaskan, Askesos baru diterapkan menyeluruh sejak tahun 2007, sedangkan ujicoba sudah ada sejak 1987. Lalu karena Presiden Gus Dur membubarkan Departemen Sosial, program ini bubar. Baru tahun 2003 kemudian diujicobakan lagi. Hingga September 2008, program Askesos berhasil mencakup 144.600 kepala keluarga dengan 671 lembaga pelaksana Askesos. Tahun 2009 ditargetkan peserta Askesos mencapai 60.000 kepala keluarga dengan 300 lembaga pelaksana.
Untuk jadi peserta Askesos ini, Afikah melukiskan, peserta hanya diwajibkan membayar premi Rp5.000 per bulan. Premi ini sekaligus juga sebagai tabungan, jika tak dilakukan klaim, sehingga memberikan perlindungan ekstra di masa datang.
"Jika ada klaim, untuk peserta yg sakit dapat Rp100 ribu. Sedangkan yang meninggal dapat Rp200 ribu jika masuk tahun pertama, Rp400 ribu jika masuk tahun kedua, dan Rp600 ribu jika masuk tahun ketiga. Yang ditanggung Askesos bukan biaya perawatan, tapi biaya makan," jelasnya.
Sedangkan model Askesos yang baru, yang diujicobakan di 10 provinsi, biaya klaim dinaikkan, misalnya jika meninggal bisa dapat asuransi Rp400 ribu sampai Rp1 juta, tapi dari Rp5.000 itu premi yang hilang Rp1.500. Artinya, yang ditabung oleh peserta dari Rp 5000 premi per bulan adalah Rp3.500.
Menurut Direktur Jamkesos ini, dengan mengikuti Askesos, kelompok masyarakat yang bekerja di sektor informal mendapat perlindungan sosial yang sama dengan kelompok masyarakat lain yang bekerja di sektor formal. Selain itu, dengan belajar asuransi plus menabung ini, kelompok masyarakat informal ini diharapkan memperoleh tahapan kesejahteraan sosial yang lebih baik secara jangka panjang.
Askesos ini, lanjut Afikah, baru memperkenalkan bagaimana mereka peduli dengan asuransi, bagaimana merubah sikap mental masyakat pekerja sektor informal. Ini dalam taraf pendidikan buat masyarakat. Walaupun demikian, di Sulawesi Tengah, ada organisasi soial pelaksana yang berinisiatif mengikutsertakan peserta Askesos ini untuk program Jamsostek.
Biaya klain Askesos ini berasal dari APBN, sekitar Rp22 miliar, termasuk juga untuk program Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen (BKSP), bagi anggota masyarakat miskin yang masuk kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti lanjut usia, penyandang cacat mental dan fisik, dan penyandang psikotik atau eks penyakit kronis yang terlantar.
"Keberhasilan program ini tergantung daerah, bagaimana ia merekrut organisasi/lembaga sosial yang kredibel sebagai pelaksana/pengelola Askesos," jelas Afikah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar